Minggu, 06 Desember 2015

Makalah Prestasi Kerja

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Prestasi Kerja

    Organisasi merupakan kumpulan orang yang memiliki kompetensi yang berbeda-beda, yang saling tergantung satu dengan yang lainnya, yang berusaha untuk mewujudkan kepentingan bersama, dengan memamfatkan berbagai sumber daya. Pada dasarnya tujuan bersama yang diwujudkan oleh organisasi adalah mencari keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan karyawan-karyawan yang mempunyai kinerja (prestasi kerja) yang tinggi, karena dalam kenyataan sehari-hari, perusahan sesungguhnya bahwa mengharapkan prestasi atau hasil kerja terbaik dari para karyawannya (Sutrisno, 2009).

    Menurut Bernardin dan Russel (dalam Sutrisno, 2009) menyatakan prestasi kerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Sedangkan menurut Mangkunegara (2013:67) mengatakan prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pengawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

    Menurut Cooper (dalam Samsudin, 2005) mengungkapkan prestasi kerja sebgai berikut, “ A general term appliedto part or all of the conduct or activities of an organization over period of time, often with reference to some standard such as past projected cost, an efficiency base, management responsibility or accountability, or the like”. Artinya, prestasi kerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai oleh seseorang, unit atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan.

    Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang dari pelaksanaan tugas serta segala tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja.

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

    Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja (prestasi kerja) adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis, (dalam Mangkunegara, 2013) yang merumuskan bahwa:

  • Human Performance = Ability + Motivation
  • Motivation = Attitude + Situation
  • Ability = Knowledge + Skill

1. Faktor Kemampuan

   Secara psikologis, kemampuan (ability) pengawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pengawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pengawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).

2. Faktor Motivasi

   Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memafaatkan, dan menciptakan situasi kerja.

   Sedangkan menurut Strers (dalam Sutrisno, 2009) factor-faktor yang mempengaruhi Prestasi kerja adalah sebagai berikut:

  1. Kemampuan, perangai, dan minat seorang pekerja
  2. Kejelasan dan penerimaan atau penjelasan peran seorang pekerja yang merupakan taraf pengertian dan penerimaan seseorang atas tugas yang diberikan kepadanya.
  3. Tingkat motivasi pekerja yang merupakan daya energi yang mendorong, mengarahkan dan mempertahankan perilaku.

   Walaupun setiap faktor secara sendiri-sendiri, tetapi mempunyai arti yang sangat penting, kombinasi ketiga tersebut sangat menentukan tingkat keberhasilan setiap pekerja, yang pada gilirannya dapat membantu prestasi organisasi secara keseluruhan.

2.3 Penilaian Prestasi Kerja

    Penilaian Kinerja atau prestasi kerja dikenal dengan istilah “Performance rating, performance appraisal, personnel assesment, employee evaluation, merit rating, efficiency rating, and service rating”. Aspek yang perlu diperhatikan dalam manjemen kinerja suatu organisasi (organisasi pemerintah maupun swasta) adalah kondisi kinerja karyawan yang terdapat di dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahui kondisi kinerja karyawan tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja karyawan-karyawan yang dimiliki organisasi.

   Menurut Handoko (2008:135) menyatakan penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Sedangkan menurut Suhariadi (2013:148) mengatakan penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu alat manajemen untuk membentuk motivasi, persaingan positif/kompetisi pekerja untuk mencapai nilai maksimal yang bisa dilakukan untuk mencapai nilai atau pengakuan atas prestasinya. Penilaian prestasi kerja adalah proses oleh organisasi untuk mengevaluasi atau menilai pestasi kerja karyawan menurut Samsudin (2006:159).

  Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja adalah mengevaluasi kinerja karyawan saat ini atau dimasa lalu terhadap standar kinejanya.

2.4 Mamfat Penilaian Prestasi Kerja

   Menurut Handoko (dalam Samsudin, 2006) terdapat sepuluh mamfaat yang dapat dipetik dari penilaian prestasi kerja, yaitu sebagai berikut:

1. Perbaikan prestasi kerja - Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer, dan departemen personalia dapt memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka demi perbaikan prestasi kerja.

2. Penyesuaian kompensasi - Evaluasi prestasi kerja membantu pengambilan keputusan dalam menentukan kenaikan upah, bonus, dan kompensasi lainnya.

3. Keputusan penempatan - Promosi, transfer, dan demosi (penurunan jabatan) biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi.

4. Kebutuhan latihan dan pengembangan - Prestasi kerja yang jelek menunjukan adanya kebutuhan latihan. Demikian pula prestasi yang baik mungkin mencerminkn potensi yang harus dikembangkan lebih lanjut.

5. Perencanaan dan pengembangan karier - Umpan balik prestasi kerja dapat mengarahkan keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.

6. Penyimpanan proses staffing - Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.

7. Ketidakakuratan informasional - Prestasi kerja yang jelk mungkin menunjukan kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana sumber dya manusia, atau komponen sistem informasi manajemen personalia lainnya. Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat (teliti) dapat mengakibatkan keputusan-keputusan personalia yang diambil menjadi tidak tepat.

8. Kesalahan desain pekerjaan - Prestasi kerja yang jelek mungkin suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi kerja dapat membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

9. Kesempatan yang adil - Penilaian prestasi kerja yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal dapat diambil tanpa diskriminasi.

10. Tantangan eksternal - Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah pribadi. Dengan penilaian prestasi kerja maka departemen personalia dapat menawarkan bantuan kepada semua karyawan yang membutuhkan atau diperkirakan memerlukan.

2.5 Tujuan Penilaian Prestasi Kerja

   Pada dasarnya penilaian kinerja (prestasi kerja) tidak menyenangkan bagi penilai maupun yang dinilai. Bagi atasan yang berwenang melakukan pernilaian kinerja bawahan-nya cukup sulit untuk menilai perilaku bawahannya. Namun mengingat penting-nya penilaian kinerja ini, mau tidak mau penilaian kinerja harus tetap dilakukan. Oleh karena itu, untuk mencegah menghindarnya atasan melakukan penilaian kinerja ini, perlu dijelaskan secara komprehensif tujuan dari penilaian kinerja.

   Menurut Samsudin (2006:165) mengklasifikasi tujuan prestasi kerja antara lain sebagai berikut

1. Administratif, yaitu memberikan arah untuk penetapan promosi, transfer, dan kenaikan gaji.

2. Informatif, yaitu memberikan data kepada manajemen tentang prestasi kerja bawahan dan memberikan data kepada individu tentang kelebihan dan kekurangannya.

3. Motivasi, yaitu menciptakan pengalaman belajar yang memotivasi staf untuk mengembangkan diri dan meningkatkan prestasi kerja mereka.

Pada tingkat unit organisasi, penilaian prestasi kerja bertujuan:

1. Menetukan kontribusi suatu unit atau divisi dalam perusahaan terhadap organisasi perusahaan secara keseluruhan.

2. Memberikan dasar bagi penilaian mutu prestasi manajer unit/divisi dalam mengelola divisi seirama dengan tujuan umum perusahaan.

3. Memberikan motivasi bagi manajer/divisi dalam mengelola divisi seirama dengan tujuan perusahaan.

Pada tingkat karyawan, penilaian prestasi kerja bertujuan untuk:

1. Membedakan tingkat prestasi kerja setiap karyawan.

2. Mengambil keputusan administrasi, seperti seleksi, promosi, retention, demotion, transfer, termination, dan kenaikan gaji.

3. Memberikan pinalti, seperti bimbingan untuk meningkatkan motivasi dan diklat untuk mengembangkan keahlian.

2.6  Unsur-unsur Penilaian Prestasi Kerja

   Unsur-unsur umum kebanyakan sistem penilaian kinerja (prestasi kerja) yaitu standard kinerja, ukuran kinerja dan bias/kesalahan penilaian menurut Kaswan (2012:214).

1. Standar Kinerja

   Penilaian kinerja memerlukan standar kinerja, yang merupakan pedoman di mana kinerja diukur. Agak efektif, standard kerja harus dikaitkan dengan hasil yang dikehendaki dari setiap pekerjaan. Standard kinerja tidak ditetapkan semaunya sendiri. Pengetahuan standard kinerja dikumpulkan melalui analisis pekerjaan. Analisis pekerjaan mengungkapkan kriteria kinerja khusus dengan menganalisis kinerja karyawan yang ada. Dari kewajiban dan standard yang terdaftar dalam deskripsi/uraian pekerjaan, perilaku mana yang sangat penting dan yang harus dinilai. Jika informasi ini kurang atau tidak jelas, standard harus dikembangkan dari pengamatan atau diskusi dengan atasan langsung.

2. Ukuran Kinerja

   Penilaian kinerja juga membutuhkan ukuran kinerja yang dapat dipercaya. Agak bermamfaat, ukuran kinerja harus mudah digunakan, dapat dipercaya, dan melaporkan perilaku kritis yang menentukn kinerja. Ukuran kinerja memiliki beberapa dimensi, antara lain pengamatan langsung atau tidak langsung, ukuran objektif maupun ukuran subjektif. Pengamatan langsung dilakukan ketika penilai melihat langsung kinerja karyawan. Sedangkan pengamatan tidak langsung ketika penilai mengevaluasi pengganti untuk kinerja sebenarnya. Dimensi lainnya adalah ukuran objektif dalam pengertian indikasi pekerjaan itu bias dibuktikan oleh orang lain, sedangkan ukuran subjektif tidak dapat dibuktikan oleh orang lain, melainkan semata-mata opini penilai.

3. Kesalahan Penilaian

   Masalah dengan ukuran subjektif merupakan kesempatan untuk bias. Bisa merupakan distorsi ukuran yang tidak akurat mengenai sebuah ukuran. Ini biasanya disebabkan oleh penilai yang gagal untuk tetap objektif secara emosional pada saat mereka menilai kinerja karyawan. kesalahan-kesalahan itu antara lain :

a. Standar penilaian – Masalah dengan standar penilaian muncul karena perbedaan persepsi dalam arti kata yang digunakan untuk menilai karyawan.

b. Kriterial tunggal – pekerjaan tertentu karyawan terdiri atas sejumlah tugas.

c. Prasangka – seorang penilai mungkin menghasilakan penilaian yang salah, atau mungkin ragu-ragu menghasilkan penilaian karena dia takut memiliki prasangka atau dianggap memiliki prasangka.

d. Pengetahuan penilaian yang tidak memadai – sering penilai dimasukkan memiliki peran menilai karena posisinya dalam hirarki manajemen dari pada memahami secara mendalam mengenai apa yang dilakukan karyawan.

e. Efek halo – kesalahan halo terjadi ketika penilai memberiakn penilaian atas dimensi-dimensi kinerja dasar kesan umun karyawan yang dinilai. Halo bisa positif atau negatif, yang berarti kesan awal dalam menyebabkan penilaian terlalu tinggi atau rendah. Setidak-tidaknya ada dua penyebab kesalahan halo yaitu:

1. Atasan membuat penilaian/pertimbangan meyeluruh tentang seorang pekerja dan selanjunya menyesuaikan semua dimensi penilaian.

2. Atasan membuat semua penilaian konsisten dengan tingkat kinerja karyawan atas dasar sebuah dimensi yang dianggap penting oleh atasan.

f. Mirip saya - merupakan kesalahan yang kita lakukan ketika kita menilai orang yang mirip kita lebih tinggi dari pada mereka yang tidak mirip kita. Risek menunjukkan bahwa efek ini kuat, dan ketika kemiripan didasasarkan pada karakteristik demografis seperti suku atau jenis kelamin, hal itu dapat menghasilkan keputusan diskriminatif. Kebanyakan kita beranggapan diri kita itu efektifdan begitu juga dengan yang lain, yang mirip kita – sukunya, jenis kelaminnya, latar belakang, sikap, atau kepercayaan/keyakinannya – kita menganggap mereka juga efektif.

g. Kontras – kesalahan kontras terjadi ketika kita membandingkan individu satu sama lain dari pada menggunakan ukuran/standard objektif. Pertimbangkan seorang yang amat kompeten yang bekerjadengan para koleganya yang amat menonjol. Jika karyawan yang kompeten menerima penilaian lebih rendah dari pada yang layaknya karena rekan kerjanya yang menonjol, maka itu merupakan kesalahan kontras.

h. Kesalahan tendensi sentral – Sebagian penyelia tidak suka menilai karyawan sebagai karyawanyang efektif atau tidak efektif, maka penilaian kinerja terdistorsi untukmembuat setiap karyawan tanpa rata-rata/biasa-biasa saja. Distorsi menyebabkan penilai menghindari penilaian yang ekstrim–sangat kurang dan sangat baik. Sebagai gantinya mereka cenderung memberikan penilaian dekat nilai tengah, yang dikenal dengan kesalahan tendensi sentral.

i. Bias leniency dan bias strictness – Penilaian kinerja menuntut penyelia secara objektif mencapai kesimpulan tentang kinerja. Bersikap objektif sangat sulit bagi setiap orang. Penyelia memiliki kaca mata sendiri yang digunakan untuk menilai karyawan secara objektif. Konsekuensinya, bias leniency dan bias strictness mungkin timbul dalam nilai karyawan . sebagai penyelia menganggap segala sesuatu itu baik – ini disebut bias leniency. Yang lain memandang segala sesuatu itu buruk – ini yang disebut bias strictness/hanrshness.

j. Kesalahan recency of events – satu kesulitan dengan banyak system penilaian adalah kerangka waktu perilaku yang dinilai. Penilai lebih banyak lupa mengenai perilaku masa lalu dari pada perilaku saat ini. Dengan demikian, banyak orang dinilai atas hasil dari beberapa minggu yang lalu dari pada perilaku rata-rata enam bulan. Ini disebut dengan kesalahan recebcy of events.

k. Diferensiasi yang rendah – Amat mungkin bahwa, terlepas dari siapa yang mengevaluasi dan sifat –sifat apa yang dinilai, pola –pola evaluasi tetap sama. Hal yang mungkin bahwa kemampuan penyelia menilai secara objektif dan akurat terhambat oleh diferensiasi social – yaitu gaya perilaku penilaian evaluator. Telah diketahui bahwa evaluator bias diklasifikasikan menjadi dua : Pertama differentiator tinggi, yang menggunakan semua atau sebagian besar skala, dan kedua differentiator rendah, yang menggunakan rentang skala yang terbatas. Differentiator rendah cenderung mengabaikan atau menekan perbedaan, mempersepsi alam semesta sebagai lebih homogenydari pada yang sebenarnya. Differentiator, sebaliknya, cenderung menggunakan semua informasi yang ada semaksimal mungkin dan dengan demikian secara perceptual dapat mendefininsikan anomaly/kelainan dan kontradiksi dari pada differentiator rendah.

l. Memaksa informasi agar sesuai dengan kriteria bukan kinerja – Meskipun jarang dibahas adalah praktik yang tidak jarang ditemukan bahwa penilaian formal yang terjadi mengikuti keputusan yang ditetapkan mengenai kinerjaseseorang sebelumnya dilakukan penilaian yang sebenarnya. Meskipun kedengarannya tidak logis, tetapi hal itu semata – mata mengakui bahwa keputusan subjektif, namun formal sering dicapai sebelum pengumpulan informasi yang objektif untuk mendukung keputusan itu. Misalnya, jika evaluator percaya bahwa evaluasi seharusnya tidak didasarkan pada kinerja, tetapi lebih pada senioritas, maka dya mungkin menyesuaikan evaluasi kinerja shingga dengan senioritas karyawan.

2.7 Metode Penilaian Prestasi Kerja

   Metode penilaian prestasi kerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan pengawai dalam melaksanakan tugas-tugas yang diembannya. Siagian (2015:233) menyatakan bahwa metode penilaian prestasi kerja pengawai sebagai berikut:

1. Penilaian Prestasi Kerja Di Masa Lalu.

   Para teoretisi yang berusaha mengembangkan teori manajemen sumber daya manusia (SDM) maupun praktisi yang menerapkannya dalam praktek sama-sama berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja para pengawai merupakan aspek yang sangat penting dari manajemen SDM. Pandangan demikianlah yang mendorong mereka untuk menciptakan berbagai metode dan teknik penilaian dimaksud. Berbagai metode yang dewasa ini dikenal dan banyak digunakan adalah sebagai berikut:

a. Metode “skala peringkat”. Sepanjang diketahuai metode ini merupakan metode tertua dan paling banyak digunakan dalam menilai prestasi kerja para pengawai/karyawan di masa lalu meskipun diakui bahwa metode ini sesungguhnya bersifat subyektif. Cara penggunaanya ialah:

1. Pada lembaran penilaian terhadap kolom yang berisikan faktor-faktor yang dinilai. Jumlah dan jenis faktor-faktor tersebut dapat berbeda dari satu jenis pekerjaan ke jenis pekerjaan lain, tergantung pada segi-segi pekerjaan apa yang dipandang kritikal dalam mengukur keberhasilan seseorang menunaikan kewajibannya, seperti sikap, kerja sama, kerajinan, ketelitian, dan lain-lain.

2. Pada kolom lain dari lembaran penilaian itu terdapat kategori penilaian yang diisi oleh penilai. Kategori tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk amat baik, baik, cukup, kurang dan sangat kurang.

b. Metode “checklist”. Dengan metode ini penilai mempersiapkan formulir isian yang mengandung:

1. Nama pengawai yang dinilai,

2. Bagian dimana pengawai bekerja,

3. Nama dan jabatan penilai,

4. Tanggal penilaian dilakukan,

5. Faktor-faktor yang dinilai.

c. Metode pilihan terarah. Metode ini mengandung serangkaian peryataan, baik bersifat positif maupun negatif, tentang pegawai yang dinilai. Pernyataan tersebut menyangkut berbagai faktor seperti kemampuan belajar, prestasi kerja, hubungan kerja dan berbagai faktor lainnya yang biasanya menggambarkan sikap dan perilaku yang bersangkutan.

d. Metode insiden kritikal. Yang dimaksud dengan insiden kritikal ialah peristiwa tertentu yang terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas seorang yang menggambarkan perilaku pegawai yang bersangkutan, baik yang bersifat positif maupun negatif.

e. Metode Skala peringkat yang dikaitkan dengan perilaku. Dari nama terlihat jelas bahwa metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi pegawai untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini ialah pengurangan subyektivitas dalam penilaian.

f. Metode evaluasi lapangan. Telah dimaklumi bahwa penilaian yang subjektif mungkin dalam menukur pretasi kerja pegawai perlu diusahakan. Berarti subjektivitas penilai harus di hilangkan, paling sedikit dikurangi hingga seminimal mungkin. Disamping itu diperlukan teknis penilaian yang baku karena hasil penilaian pretasi kerja seorang pegawai harus dapat dibandingkan dengan hasil penilaian pretasi kerja pegawai lain sepanjang hal itu dapat dilakukan, misalnya karena faktor-faktor kritikal yang dinilai memang sama.

g. Tes dan observasi. Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa tes dan obsevasi. Artinya, pegawai yang dinilai diuji kemampuan -nya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian praktek yang langsung diamati oleh penilai.

h. Pendekatan-pendekatan yang bersifat komparatif. Metode ini mengutama -kan perbandingan pretasi kerja seorang dengan pegawai lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian di pandang bermamfaat untuk manajemen SDM dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam hal kenaikan gaji atau upah, promosi dan pemberian berbagai bentuk imbalan kepada pegawai. Alasannya ialah bahwa dengan perbandingan tersebut, dapat disusun peringkat pegawai dilihat dari sudut pretasi kerjanya.

2. Penilaian Dengan Orientasi Masa Depan

   Telah umum diketahui bahwa dalam meniti kariernya, setiap pekerja ingin mengembangkan potensinya yang masih terpendam dan belum digali sehingga menjadi kemampuan nyata yang efektif. Dikaitkan dengan konsep mendasar tersebut berarti bahwa penilaian prestasi kerja seorang tidak hanyak ditujukan pada pengukuran kempuan melaksanakan tugas masa lalu dan masa kini, akan tetapi juga sebagai instrumen untuk memprediksi potensi si pengawai yang bersangkutan.

Saat ini dikenal berbagai teknik penilaian prestasi kerja yang berorientasi ke masa depan. Empat di antaranya dibahas berikut ini:

1. Penilaian diri sendiri - Salah satu pandangan yang sangat penting dipertahankan dalam manajemen SDM ialah bahwa setiap pekerja dapat mencapai tingkat kedewasaan mental, intelektual dan psikologis. Apabila dikaitkan dengan pengembangan karier pengawai hal itu antara lain berarti bahwa seseorang mampu melakukan penilaian yang obyektif mengenai diri sendiri, termasuk mengenai potensinya yang masih dapat dikembangkan.

2. Manajemen berdasarkan sasaran - Manajemen berdasarkan sasaran yang mungkin lebih dikenal dengan istilah “Management By Objectives (MBO)”. MBO adalah suatu gaya yang dewasa ini banyak digunakan untuk berbagai kepentingan dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Salah satu bentuk penggunaannya ialah melibatkan para anggota organisasi dalam menentukan berbagai sasaran yang ingin dicapai oleh para pengawai. Dasar filsafati dari penggunaan teknik ini ialah bahwa apabila seorang pegawai dilibatkan dalam menetukan sendiri sasaran yang hendak dicapainya, sebagai bagian dari sasaran kelompok yang pada gilirannya juga merupakan bagian dari sasaran organisasi sebagai keseluruhan pengawai tersebut akan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar untuk mencapai sasaran tersebut, dibandingkan dengan apabila sasaran itu ditentukan dari atas oleh pejabat pimpinan.

3. Penilaian Psikologikal - Telah umum diakui dan diterima sebagai suatu kenyataan bahwa jika penilaian terhadap seorang pegawai berkaitan dengan faktor-faktor intelektual, emosional, motivasional dan faktor-faktor kritikal lainnya yang dimaksudkan untuk menprediksikan potensi seorang dimasa depan, yang paling kompeten melakukan penilaian tersebut adalah ahli psikologi. Karena itulah banyak organisasi – terutama organisasi besar- yang mempekerjakan para ahli psikologi yang pada umumnya ditempatkan dibagian kepegawaian. Sebaliknya organisasi yang merasa tidak mampu atau tidak memerlukan ahli psikologi bekerja purna waktu, biasanya memelihara hubungan institusional dengan konsultan yang bergerak di bidang psikologi yang menyediakan jasa konsultasi setiap kali diperlukan.

4. Pusat-pusat Penilaian - Salah satu perkembangan yang relatif baru dalam penilaian prestasi kerja dengan orientasi masa depan ialah penggunaan “pusat-pusat penilaian”. Teknik ini digunakan untuk menilai potensi para manajer tingkat menengah yang diperkirakan memiliki potensi untuk menduduki jabatan manajerial yang lebih tinggi dalam organisasi di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama. Jakarta:   Kencana Prenada Media Group

Siagian, Sondang P. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama. Jakarta: Bumi Aksara

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Samsudin, Sadili. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia

Kaswan. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi.Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Handoko, T. Hani. 2008. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE

Suhariadi, Fendy. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Pendekatan Teoretis-Praktis. Surabaya: Airlangga University Press

Sabtu, 05 Desember 2015

Makalah Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sumber Daya Manusia (SDM)

     Sumber Daya Manusia SDM adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal (non material/nonfinansial) didalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.

     SDM menurut Almasdi (1996) adalah kekuatan daya fikir dan berkarya manusia yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu di gali, dibina sertan di kembangkan untuk dimamfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan manusia. SDM adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh manusia yang berdiri dari kemampuan berfikir, berkomunikasi, bertindak, dan bermoral untuk melaksanakan suatu kegiatan baik bersifat teknik maupun manajerial. Kemampuan yang dimiliki tersebut akan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku manusia dalam mencapai tujuan hidup baik individual maupun bersama. SDM adalah semua potensi yang dimiliki oleh manusia yang dapat disumbangkan atau diberikan kepada masyarakat untuk menghasilkan barang dan jasa.

2.2 Pengertian Perencanaan SDM (human resources planning)

     Perencanaan SDM adalah proses sistematis untuk meramalkan permintaan (demand) dan penawaran (supply) SDM di masa depan. Perencanaan sumber daya manusia secara umum diartikan suatu proses untuk menetapkan strategi, memperoleh, memanfatkan, mengembangkan dan mem-pertahankan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan sekarang dan pengembangannya dimasa mendatang. Perencanaan SDM sebagai proses yang sistematis dan terus-menerus dalam menganalisis kebutuhan organisasi dan SDM dalam kondisi yang selalu berubah dan mengembangkan kebijakan personalia yang sesuai dengan rencana jangka panjang organisasi. Hal ini merupakan bagian intergral dari perencanaan dan anggaran perusahaan, karena pembiayaan dan perkiraan SDM akan terpengaruh dan dipengaruhi oleh rencana jangka panjang perusahaan.

     Mondy (2008) mendefinisikan Perencanan SDM sebagai proses sistimatis untuk mencocokkan pasokan karyawan internal dan eksternal dengan lowongan-lowongan pekerjaan yang diperkirakan muncul dalam organisasi sepanjang periode waktu tertentu. sedangkan George M & Paul C.Nystom (1981) mendefinisikan “Perencanaan SDM adalah proses peramalan, pengembangan, pengimplementasan dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai kesesuaian pegawai, penempatan karyawan secara benar, waktu yang tepat dan bermanfaat serta ekonomis”.

     Andrew E. Sikula (1981) mengemukakan bahwa Perencanaan SDM adalah suatu proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya berintegrasi dengan rencana organisasi. Pandangan lain mengenai definisi perencanaan sumber daya manusia dikemukakan oleh Mangkunegara (2003) Perencanaan tenaga kerja dapat diartikan sebagai suatu proses menentukan kebutuhan akan tenaga kerja berdasarkan peramalan pengembangan, pengimplementasian, dan pengendalian kebutuhan tersebut yang berintegrasi dengan perencanaan organisasi agar tercipta jumlah pegawai, penempatan pegawai yang tepat dan bermanfaat secara ekonomis.

     Perencanaan SDM merupakan bagian yang terpenting pada proses perencanaan strategis, karena tidak saja membantu perusahaan dalam menentukan SDM yang diperlukan untuk mencapai tujuan, tetapi menentukan apa yang benar-benar dapat dicapai dengan SDM yang tersedia. Dalam perencanaan SDM akan berpengaruh dan dipengaruhi oleh rencana strategis perusahaan. Perencanaan SDM perlu bagi suatu organisasi atau perusahaan supaya organisasi tersebut tidak mengalami hambatan bidang SDM dalam mencapai tujuan. Perencanaan SDM dalam organisasi tidak bersifat statis, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan yang selalu berubah sehingga perencanaan SDM harus dapat mengakomodasi setiap gerak perubahan tersebut. Oleh karena perencanaan SDM harus mengikuti perkembangan dan tuntutan perubahan yang selalu berubah.
     Kegiatan sistem perencanaan sumber daya manusia diperusahaan mencakup dua Klasifikasi yaitu : Klasifikasi Perencanaan SDM berdasarkan jangka waktu dan Berdasarkan ruang lingkupnya.

  1. Klasifikasi Perencanaan SDM berdasarkan jangka waktu
    • Manpower Budgeting, yaitu suatu perencanaan tenaga kerja yang berjangka waktu pendek. Sering disebut dengan anggaran tenaga kerja atau budget tenaga kerja.
    • Human resource forcasting, yaitu suatu perencanaan tenaga kerja yang berjangka waktu panjang (peramalan tenaga kerja)

2. Berdasarkan ruang lingkupnya

    • Manpower planning, yaitu suatu perencaaan tenanga kerja yang bersifat menyeluruh, menyangkut seluruh aspek dari menajemen sumber daya manusia.
    • Manpower programming, yaitu suatu perencanaan tenaga kerja yang bersifat detail, merupakan implementasi dari perencanaan tenaga kerja yang menyeluruh.

2.3 Tujuan Perencanaan Sumber Daya Manusia

Tujuan perencanaan SDM adalah menentukan jumlah Sumber daya manusia beserta karakteristiknya masing-masing (usia, pendidikan, keahlian, sifat, dsb.) yang dibutuhkan organisasi untuk mencapai tujuan stratejik, operasional, dan fungsionalnya.

Tujuan Perencanaan SDM (Hasibuan,1990):

  1. Untuk menentukan kualitas dan kuantitas karyawan yang akan mengisi semua jabatan dalam perusahaan (organisasi).
  2. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini maupun masa depan, sehingga setiap pekerjaan ada yang mengerjakannya.
  3. Untuk menghindari terjadinya mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.
  4. Untuk mempermudah koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi
  5. Untuk menghindari kekurangan dan atau kelebihan karyawan.
  6. Untuk menjadi pedoman dalam menetapkan program penarikan, seleksi, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan.
  7. Menjadi pedoman dalam melaksanakan mutasi.
  8. Menjadi dasar dalam melakukan penilaian karyawan.

2.4 Tahapan Dalam Perencanaan SDM

     Menurut Jackson dan Schuler (1990), perencanaan sumber daya manusia yang tepat membutuhkan langkah-langkah tertentu berkaitan dengan aktivitas perencanaan sumber daya manusia menuju organisasi modern. Langkah-langkah tersebut meliputi :

  1. Pengumpulan dan analisis data untuk meramalkan permintaan maupun persediaan sumber daya manusia bagi perencanaan bisnis masa depan.
  2. Mengembangkan tujuan perencanaan sumber daya manusia.
  3. Merancang dan mengimplementasikan program-program yang dapat memudahkan organisasi untuk pencapaian tujuan perencanaan sumber daya manusia.
  4. Mengawasi dan mengevaluasi program-program yang berjalan.

     Keempat tahap tersebut dapat diimplementasikan pada pencapaian tujuan jangka pendek (kurang dari satu tahun), menengah (dua sampai tiga tahun), maupun jangka panjang (lebih dari tiga tahun).

Rothwell (1995) menawarkan suatu teknik perencanaan sumber daya manusia yang meliputi tahap :

  1. Investigasi baik pada lingkungan eksternal, internal, organisasional:
  2. forecasting atau peramalan atas ketersediaan supply dan demand sumber daya manusia saat ini dan masa depan;
  3. perencanaan bagi rekrumen, pelatihan, promosi, dan lain-lain;
  4. utilasi, yang ditujukan bagi manpower dan kemudian memberikan feedback bagi proses awal. Sementara itu, pendekatan yang digunakan dalam merencanakan sumber daya manusia adalah dengan actiondriven ,yang memudahkan organisasi untuk menfokuskan bagian tertentu dengan lebih akurat atau skill-need, daripada melakukan perhitungan numerik dengan angka yang besar untuk seluruh bagian organisasi.

     Perencanaan sumber daya manusia umumnya dipandang sebagai ciri penting dari tipe ideal model MSDM meski pada praktiknya tidak selalu harus dijadikan prioritas utama. Perencanaan sumber daya manusia merupakan kondisi penting dari “integrasi bisnis” dan “strategik,” implikasinya menjadi tidak sama dengan manpower planning” meski tekniknya mencakup hal yang sama. Manpower planning menggambarkan pendekatan tradisional dalam upaya forecasting apakah ada ketidak-sesuaian antara supply dan demand tenaga kerja, serta merencanakan penyesuaian kebijakan yang paling tepat. Integrasi antara aspek-aspek perencanaan sumber daya manusia terhadap pengembangan bisnis sebaiknya memastikan bahwa kebutuhan perencanaan sumber daya manusia harus dilihat sebagai suatu tanggung jawab lini.

2.5 Model Proses Perencanaan SDM

     Proses perencanaan SDM dimaksud adalah pembuatan peramalan tentang kebutuhan jumlah SDM untuk masa yang akan datang dibandingkan dengan persediaan SDM yang ada.

  1. Peramalan kebutuhan SDM

     Peramalan kebutuhan (requirement forecast) adalah aktivitas penentuan jumlah, keterampilan, dan lokasi karyawan yang akan dibutuhkan organisasi di masa mendatang dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya. Peramalan tersebut mencerminkan berbagai faktor, seperti perencanaan produksi dan perubahan produktivitas. Dan juga peramalan kebutuhan akan menentukan besarnya permintaan akan SDM (the demand for human resources).

Dibawah ini metode-metode peramalan Kebutuhan sebagai berikut :

  • Zero-Base Forecasting: menggunakan tingkat kekaryawanan organisasi saat ini sebagai titik awal untuk menentukan kebutuhan penyediaan staf (staffing) di masa depan.
  • Bottom-Up Approach: setiap level yang berurutan dalam organisasi, mulai dari yang terendah, meramalkan kebutuhannya, hingga akhirnya menghasilkan ramalan agregat mengenai karyawan yang dibutuhkan.
  • Hubungan antara Volume Penjualan dengan Jumlah Karyawan yang Dibutuhkan: Salah satu prediktor tingkat kekaryawanan yang paling berguna adalah volume penjualan. Ada hubungan positif antara permintaan produk dengan jumlah karyawan yang dubutuhkan.
  • Model Simulasi: teknik peramalan dengan melakukan eksperimen mengenai situasi nyata menggunakan model matematis.

2. Peramalan Ketersedian SDM

    Peramalan ketersediaan (availability forecast) adalah aktivitas untuk memperkirakan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan karyawan-karyawan dengan keterampilan yang dibutuhkan, dan dari mana sumbernya. Dalam rangka meramalkan ketersediaan (penawaran SDM), manajer sumber daya manusia mengamati sumber-sumber internal (para karyawan yang dipekerjakan saat ini) dan sumber-sumber eksternal (pasar tenaga kerja).  Perkiran tentang jumlah dan kualitas SDM yang diharapkan harus sesuai dengan kebutuhan pada masa yang akan dating. Perkiran ini didasarkan atas perkiraan yang cermat tentang SDM yang sudah ada adan pola gerakan SDM sepanjang waktu. Pola gerakan SDM merupakan suatu pertimbangan yang penting untuk membuat proyeksi yang didasarkan atas SDM yang sudah ada, karena susunan SDM dapat berubah sepanjang waktu dengan adanya factor perubahan seperti promosi, pemindahan, dan pemberhentian.

   Factor yang perlu dipertimbangkan dalam memproyeksikan persediaan SDM pada masa yang akan datang adalah factor berikut.

  1. Persediaan SDM Sekarang

     Informasi yang menyangkut SDM yang ada sekarang ada:

    • Jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang ada;
    • Masa kerja tiap pekerja;
    • Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, baik dari pendidikan formal maupun pendidikan non formal;
    • Bakat yang masih pelu dikembangkan; dan
    • Minat pekerja yang bersangkutan, terutama yang berkaitan dengan kegiatan di luar tugas pekerjaannya sekarang.

2. Tingkat produktivitas. Proyeksi kebutuhan SDM pada masa yang akan datang sering dibuat atas dasar pengalaman masa lampau dan berdasarkan perubahan dalam tingakat produktivitas.

3. Tingkat pergantian tenaga kerja atau perputaran tenaga kerja (labour turn over) menunjukkan perubahan tenaga kerja karena ada yang keuar atau berhenti dari perusahaan.

4. Tingkat ketidakhadiran adalah keadaan pada saat seseorang karyawan tidak dapat hadir untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan ketentuan jam dan hari kerja.

5. Perpindahan antar pekerja, adalah keadaan yang menunjukan perpindahan pekerja antar kantor cabang yang bias di ikuti oleh tindakan promosi atau mutasi biasa.

3. Membandingkan kebutuhan dan persediaan

    Berdasarkan hasil analisis dari kedua perkiraan tersebut maka perusahan dapat mengetahui kebutuhan SDM yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Kebutuhan ini hendaknya ditentukan, baik untuk tiap jabatan dalam perusahaan maupun untuk perusahaan secara keseluruhan. Sebab, pesediaan mungkin saja cukup untuk perusahaan secara keseluruhan tetapi bias jadi kekurangan dalam beberapa jabatan sementara kelebihan pada jabatan lainnya. Dari hasil perbandingan kebutuhan dan persediaan SDM yang dimiliki, menghasilkan tiga kemungkinan, yaitu sebagai berikut :

    1. Permintaan sama dengan penambahan yang berarti tidak ada kegitan penambahan atau pengurangan SDM.
    2. Kekurangan SDM, yang berarti perusahaan harus memikirkan strategi untuk memenuhi kekukurangan tersebut.
    3. Kelebihanan SDM, yang berarti perusahaan harus memikirkan strategi mencari jalan keluar mengurangi kelebihan.

    Kegiatan paling pokok dalam perencanaan sumber daya manusia adalah melakukan peramalan akan kebutuhan dan ketersedian SDM di masa yang akan datang. Kesalahan dalam kegiatan tersebut akan menimbulkan kesulitan dalam melaksanakan kegitan-kegiatan SDM lainnya, seperti perekrutan dan seleksi, pengembangan, kompensasi, dan kegiatan- kegiatan lainnya.

Perencanaan sumber daya manusia dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Indetifikasi Kegiatan Perusahaan.

     Langkah pertama,mempelajarI dan memahami semua aspek dalam lingkungan organisasi. Berbagai tantangan yg mungkin terjadi dari lingkungan perusahaan dapat mempengaruhi kegiatan produksi. Keadaan ini dapat menghambat dan mempersulit dalam meramalkan kebutuhan sumber daya manusia. Sebagai contoh, terhambatnya memperoreh bahan dari supplier akan berpengaruh terhadap kegiatan produksi, sehingga sulit menentukan jumlah kebutuhan sdm di masa akan datang. Perubahan teknologi yang sulit untuk diprediksi akan menjadi masalahah dalam menentukan sumber daya manusia. Suatu factor penting lainnya, kondisi ekonomi yang tidak menentu akhir-akhir ini menjadi suatu hal yang membutuhkan sangat serius.

    Suatu hal lain yang perlu diperhatikan atas kegiatan perusahaan adalah struktur organisasi. Berubahnya kegiatan perusahaan merupakan suatu pertimbangan dalam menentukan struktur organisasi. Berkembangnya kegiatan organisasi akan memungkinkan perluasan struktur akibat bertambahnya bentuk dan jenis pekerjaan. Kemungkinan lainnya, semakin sedikitnya aktivitas organisasi mengakibatkan jumlah sumber daya manusia terlalu banyak. Keadaan ini akan memungkinkan dilaksanakannya kebijakan perampingan sumber daya manusia.

2. Implikasi Perencanaan Sumber Daya Manusia

    Sasaran pada tahap ini adalah mengembangkan pemahaman atas informasi untuk dapat menetapkan kebutuhan dan ketersedian sumber daya manusia di masa akan datang. Kebutuhan akan sumber daya manusia dapat ditentukan melalui jumlah pekerjaan, kemudian setiap pekerjaan membutuhkan jumlah tenaga kerja. Berdasarkan keterangan itu akan dapat diramalkan kebutuhan akansumber daya manusia pada suatu periode tertentudi masa akan datang. Peramalan kebutuhan sumber daya manusia akan melibatkan berbagai metode yang terkait dengan perencanaan sumber daya manusia, dimana dalamnya tidak ada angka yang absolut atau pasti.

    Berbagai factor sebagai pertimbangan yang sangat perlu diperhatikann dalam perencanaan sumber daya manusia terkaitan dengan jumlah yang pensiun, cuti kerja, atau berhenti setiap tahunnya. Kekurangan atas jumlah yang dibutuhkan akan terjadi bila factor-faktor tersebut tidak dilibatkan dalam perhitungan. Faktor-faktor penting lainnya, kondisi ekonomi,teknologi, politik dan hukum, globalisasi, dan sosial dan budaya, akan menyulitkan perhitungan bila tidak diperhatikan secara cermat.

3. Pengembangan Tujuan dan Sasaran Sumber Daya Manusia.

    Setelah dapat diketahui keadaan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya manusia di masa akan datang, pada alangkah ini dilakukan interpretasi atas informasi dan menggunakannya untuk menetapkan prioritas, sasaran, dan tujuan. Dalam jangka pendek, kegiatan mengarah pada pencapaian tujuan organisasi dalam sumber daya manusia. Contoh pencapaian tujuan dalam jangka pendek meluputi meningkatkan daya tarik perusahaan dan jumlah pelamar. Upaya yang dilakukan disini adalah memperbaikin persyaratan karyawan baru, memperbaiki administrasi kompensasi, dan mendorong karyawan baru untuk meningkatkan pretasi kerja. Sedangkan jangka panjang, sasaran yang ingin dicapai perusahaan berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia. Perbedaan sasaran jangka pendek dan jangka panjang terlihat pada perbedaan tugas yang dilakukan untuk mencapai sasarannya. Sasaran jangka pendek meliputi tugas-tugas untuk menarik, menilai, dan menugaskan SDM pada pekerjaan tertentu. Untuk sasaran jangka panjang adalah menyesuaikan kembali keterampilan yang harus dimiliki setiap karyawan, perilaku, dan sikap, dan menyesuiakan pengetahuan dan kemampuan karyawan dengan persyaratan pekerjaan.

4. Perancangan dan Pelaksanaan Kebijakan, dan Program SDM.

    Pada tahap ini akan dibahas cara agar sasaran itu mudah dicapai. Berbagai aktifitas dapat dilakukan agar peramalan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya manusia dapat diketahui. Sejumlah program, kebijakan dapat dilakukan agar tujuan itu dapat dicapai. Termasuk disini adalah sejumlah tawaran dilakukan untuk menarik minat pelamar. Disisi lain, kebijakan perampingan dan pemberhentian sementara akan dilakukan jika terdapat kelebihan sumber daya manusia.

5. Evaluasi

    Tahap terakhir, mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah program telah berhasil dilaksanakan atau masih membutuhkan perbaikan-perbaikan. Kebijakan-kebijakan yang telah dilaksanakan akan memberikan hasil atau membutuhkan pengkajian ulang. Sebagai contoh, kebijakan perampingan akan dapat menimbulkan masalah psikologi sumber daya manusia yang akan menimbulkan stress kerja yang berdampak pada menurunnya produktifitas kerja. Evaluasi kebijakan dan program sumber daya manusia sngat penting untuk menentukan keefektifan perencanaan sumber daya manusia. Tanpa dilakukannya evaluasi program, proses perbaikan akan berjalan dengan lambat.

2.3 Kepentingan Perencanaan SDM

    Penyusunan rencana SDM bagi suatu organisasi dimaksudkan untuk menjamin kebutuhan SDM dapat terpengaruh, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Ada tiga kepentingan dalam perencanaan yaitu:

1. Kepentingan Individu Tenaga Kerja

    Dengan perencanaan SDM yang jelas, tegas, akurat maka setiap pekerja dapat mengetahui rencana ketenagakerjaan ditempat kerjanya. Berdasarkan hal tersebut dimungkinkan bagi tenaga kerja menyusun rencana pengembangan karier bagi diriya, membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuan yang sepenuhnya bisa diurahkan bagi kepentingan perusahaan.

    Dengan perencanaan SDM akan sangat membantu didalam perusahaan tempat kerjanya, karena dia dapat mengetahui hal-hal berikut:

  1. Bagaimana pengembangan jenjang kariernya.
  2. Kemampuan yang harus dimiliki untuk memungkinkan dirinya menduduki suatu jabatan.
  3. Kapan waktu yang terbaik untuk bias menjangkau dan menduduki karier tersebut.
  4. Kepentingan Organisasi

    Dengan perencanaan SDM dapat membantu pimpinan perusahaan dalam upaya untuk meningkatkan efesiensi SDM yang ada dan meningkatkan produktivitas kerjanya sehingga perusahaan akan mampu mencapai tujuan dalam jangka panjang. Dengan perencanaan SDM dapat menciptakan efesiensi penggunaan SDM secara cermat sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan SDM. Di samping itu perusahaan akan mampu menarik SDM yang benar-benar dibutuhkan pada waktu yang tepat. Ini berarti akan mendukung terwujudnya efesiensi dam efektivitas perusahan, yang akan menambah kuatnya daya saing perusahaan terhdapat prusahaan lain.

3. Kepentingan Nasional

    Dilihat dari kepentingan Nasional, perencanaan SDM akan penting artinya bagi masyarakat karena merupakn suatu system yang akan diikuti dalam seleksi dan penarikan tenaga kerja. Dengan demikian, perusahaan akan memabntu SDM mengikuti ketentuan yang berlaku secara Nasional sehingga mampu bersaing dengan Negara-negara lain di tingkat Internasional.

1.4 Mamfaat prencanaan SDM

    Dengan adanya perencanaan SDM banyak mamfaat yang dapat diperoleh, antara lain sebagai berikut:

    1. Untuk memenuhi tuntutan persyaratan jabatan yang sering berubah karena terjadinya perubahan teknologi yang cepat drastic.
    2. Untuk mempertahankan jumlah tenaga kerja yang cukup dengan keahlian yang memadai yang dapat beroperasi secara maksimal dalam mencapai tujuan perusahaan.
    3. Dapat menggunakan SDM yang telah ada secar optimal.
    4. Melakukan pengadaan tenaga kerja baru secara ekonomis.
    5. Dapat memenuhi kriteria SDM dan mengantisipasi perubahan tuntutan kerja.
    6. Untuk mengontrol biaya SDM dan mengantisipasi secara efektif munculnya/ bertambahannya biaya SDM yang baru.
    7. Mengembangkan informasi dasar MSDM untuk membantu kegiatan personalia dan kegiatan unit lain dalam perusahaan.
    8. Dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun program pengembangan SDM.
    9. Dapat meningkatkan produktivitas tenga kerja yang sudah ada melalui peningkatan disiplin dan etos kerja.

    Walaupun ada beberapa mamfaat yang dapt dipetik dari perencanaan SDM, namun banyak masalah yang terdapat dalam membuat perencanaan SDM, karena hal-hal berikut.

    1. Manusia tidak dapat diramalkan dengan mudah, mereka dapat merusak rencana SDM dengan cara mengundurkan diri, menolak melalukan pekerjaan, dan alasan sakit.
    2. Manusia berbeda satu dengan yang lain sehingga sulit membuat kebijakan dan pendekatan yang sesuai dengan semua pihak.
    3. Manusia diperlukan bekerja ditempat tertentu, pada waktu tertentudan tidak mudah untuk berpindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain.
    4. Kelebihan atau kekurangan tenga kerja lebih sulit untuk mengatasi karena kelebihan tenaga kerja tidak bisa pengawai dikurangi begitu sajadan untuk menambah tenaga kerja baru, perlu waktu dan biaya.
    5. Menangani manusia perlu hati-hati dan sensitive karena memerlukan pemikiran dan penanganan yang benar.
    6. Kondisi lingkungan perlu dipertimbangkan karena maanusia dalam bekerja perlu kantor tempat parker mobil, kantin, dan klinik atau dokter.

1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan SDM

    Proses perencanaan sumber daya manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain (Handoko, 1997) :

1. Lingkungan Eksternal

    Perubahan-perubahan lingkungan sulit diprediksi dalam jangka pendek dan kadang-kadang tidak mungkin diperkirakan dalam jangka panjang.

Factor-faktor eksternal antara lain :

    1. Perkembangan ekonomi mempunyai pengaruh yang besar tetapi sulit diestimasi. Sebagai contoh tingkat inflasi, pengangguran dan tingkat bunga sering merupakan faktor penentu kondisi bisnis yang dihadapi perusahaan.
    2. Kondisi sosial-politik-hukum mempunyai implikasi pada perencanaan sumber daya manusia melalui berbagai peraturan di bidang personalia, perubahan sikap dan tingkah laku, dan sebagainya.
    3. perubahan-perubahan teknologi sekarang ini tidak hanya sulit diramal tetapi juga sulit dinilai. Perkembangan komputer secara dasyat merupakan contoh jelas bagaimana perubahan teknologi menimbulkan gejolak sumber daya manusia.
    4. Para pesaing merupakan suatu tantangan eksternal lainnya yang akan mempengaruhi permintaan sumber daya manusia organisasi. Sebagai contoh, “pembajakan” manajer akan memaksa perusahaan untuk selalu menyiapkan penggantinya melalui antisipasi dalam perencanaan sumber daya manusia.

2. Keputusan-keputusan Organisasional

   Berbagai keputusan pokok organisasional mempengaruhi permintaan sumber daya manusia antara lain.

  1. Rencana strategis perusahaan adalah keputusan yang paling berpengaruh. Ini mengikat perusahaan dalam jangka panjang untuk mencapai sasaran-sasaran seperti tingkat pertumbuhan, produk baru, atau segmen pasar baru. Sasaran-sasaran tersebut menentukan jumlah dan kualitas karyawan yang dibutuhkan di waktu yang akan datang. Dalam jangka pendek, para perencana menterjemahkan rencana-rencana strategi menjadi operasional dalam bentuk anggaran. Besarnya anggaran adalah pengaruh jangka pendek yang paling berarti pada kebutuhan sumber daya manusia.
  2. Forecast penjualan dan produksi meskipun tidak setepat anggaran juga menyebabkan perubahan kebutuhan personalia jangka pendek. Perluasan usaha berarti kebutuhan sumber daya manusia baru.
  3. Begitu juga, reorganisasi atau perancangan kembali pekerjaan-pekerjaan dapat secara radikal merubah kebutuhan dan memerlukan berbagai tingkat ketrampilan yang berbeda dari para karyawan di masa mendatang.

3. Faktor-faktor Persediaan Karyawan

    Permintaan sumber daya manusia dimodifakasi oleh kegiatan-kegiatan karyawan. Pensiun, permohonan berhenti, terminasi, dan kematian semuanya menaikkan kebutuhan personalia. Data masa lalu tentang faktor-faktor tersebut dan trend perkembangannya bisa berfungsi sebagai pedoman perencanaan yang akurat.

 

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

    Perencanaan SDM adalah proses sistematis untuk meramalkan permintaan (demand) dan penawaran (supply) SDM di masa depan. Perencanaan sumber daya manusia secara umum diartikan suatu proses untuk menetapkan strategi, memperoleh, memanfatkan, mengembangkan dan mempertahankan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan sekarang dan pengembangannya dimasa mendatang.

    Perencanan SDM menurut R. Wayne Mondy (2008) mendefinisikan suatu proses sistimatis untuk mencocokkan pasokan karyawan internal dan eksternal dengan lowongan-lowongan pekerjaan yang diperkirakan muncul dalam organisasi sepanjang periode waktu tertentu.

    Tujuan perencanaan SDM adalah menentukan jumlah Sumber daya manusia beserta karakteristiknya masing-masing (usia, pendidikan, keahlian, sifat, dsb.) yang dibutuhkan organisasi untuk mencapai tujuan stratejik, operasional, dan fungsionalnya.

    Proses perencanan SDM terdiri dari Peramalan kebutuhan SDM, Peramalan ketersediaan SDM, serta membandingkan kebutuhan dan persediaan SDM. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam perencanaan SDM ialah tenagakerja/karyawan, organisasi/perusahaan, serta Nasional ( masyarakat umum).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Perencanaan Sumber Daya Manusia antara lain:

  1. Lingkungan faktor eksternal
  2. Keputusan- keputusan organisasional.
  3. Faktor persedian karyawan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.  Bandung : PT. Refika Aditama.

Mondy, R.W,2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kesepuluh (terjemahan), Jakarta: penerbit Erlangga.

Rivai, Veithzal dan Sagala, Ella Jauvani. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Yusuf Suit-Almasdi, 1996. Aspek Sikap Mental dalam Manajemen Sumber  daya Manusia. Jakarta, Ghalia

Ardana, Mujiati, Utama. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi  Pertama- Yogyakarta ; Penerbit : Graha Ilmu

Melayu SP. Hasibuan, 1990. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta, CV. Haji Masagung.

Jackson, S.E., & Schuler, R.S. 1990. Human Resource Planning: Challenges for Industrial/Organization Psychologists. New York, West Publishing Company

Senin, 28 September 2015

Tempat Wisata Aceh Tengah









Laut Tawar Takengon.....